Jumat, 30 November 2007

Menabung untuk Cita-Cita Masa Depan

Menabung untuk Cita-Cita Masa Depan

Hidup di rumah kontrakan yang sempit dan mungil Eko Purnomo (29) hidup bersama istri (26) dan anaknya yang masih berumur 7 bulan. Eko dilahirkan pada tanggal 21 Juli 1978 di Banyuwangi, Jawa Timur. Pria berkulit sawo matang ini memiliki hobi bermain sepak bola. Pekerjaannya saat ini adalah berdagang mie ayam dari satu kompleks ke kompleks lainnya.

Setelah lulus dari sekolah, ia langsung diajak temannya untuk bekerja di bengkel las di Tanggerang. Pada mulanya orang tuanya (Sutinem dan Katiran) tidak mengizinkan ia pergi dari rumah, namun Eko terus memaksa sampai akhirnya mereka pun mengizinkan Eko untuk pergi bekerja.

Setelah dua tahun bekerja di bengkel las, ia mulai jenuh dan diajak temannya untuk bekerja menjadi pedagang baso keliling di daerah Bogor. Di komplek Bambu Kuning tersebut terdapat kucing hitam bernama Karjo, karena kulit Eko agak gelap, dimulai dari candaan salah seorang tetangga yang memanggilnya Karjo, mulailah Eko dipanggil Karjo setiap kali ia lewat kompleks tersebut.

Disanalah ia bertemu dengan Sari (Istrinya) yang saat itu bekerja sebagai pembatu Rumah Tangga di salah satu rumah kompleks tempat Eko biasa berjualan baso. Pada awalnya mereka berdua tidak saling kenal apalagi menyapa, hingga ada salah seorang tetangga yang sering sekali menggoda mereka berdua karena Sari sering membeli baso dari Eko.

Lambat laun Eko pun mulai menyukai Sari dan akhirnya memintanya untuk menjadi pacarnya. Mereka pun akhirnya berpacaran sampai dengan satu tahun, sampai pada akhirnya menikah pada tanggal 27 September 2005.

Setelah mereka menikah pada awalnya orang tua Eko meminta mereka untuk tinggal di Jawa bersama orang tua, tetapi mereka berdua menolaknya dengan halus, dan kini mereka tinggal di rumah kontrakan di jalan Pindok Manggis Rt 03 Rw 04, Bojonggede Bogor, dengan biaya Rp 150.000,00 per bulan. Sari pun berhenti dari pekerjaannya dan menjadi ibu rumah tangga di kontrakannya.

Beberapa tahun setelah mereka menikah, Sari pun mengandung dan melahirkan seorang bayi mungil yang diberi nama Nurul Fitri (7 bulan). Selama bekerja sebagai pedagang baso keliling, Eko memiliki cita-cita untuk dapat mengembangkan bisnisnya dengan memiliki gerobaknya sendiri. Pada akhirnya cita-cita tersebut tercapat setelah ia menikah dengan Sari. Namun ia beralih dari pedagang baso menjadi pedagang mie ayam keliling dan tidak lagi berjualan di komplek Bambu kuning. Ia mulai mencari tempat-tempat yang lebih banyak peminat mie ayam dibandingkan dengan baso. Tiap hari ia selalu dapat menghasilkan uang sebesar Rp 30.000,00 sampai dengan Rp 100.000,00 perhari yang langsung diberikan kepada istrinya.

Menurutnya kalau sedang mujur ia sering diminta untuk membuat baso atau mie ayam untuk acara-acara khitanan. Biasanya mereka meminta 50 sampai dengan 30 mangkok. Eko sekarang lebih suka berjualan di depan Indomaret, tidak jauh pula dari kompleks Indomaret.

Saat ditanya apakah ada cita-cita ke depan untuk memperbaiki keadaan perekonomian keluarganya, ia menjawab. ”keinginannya sih buka toko mie baso atau mie ayam di daerah yang banyak orangnya, sayangnya modalnya masih kurang, ini juga sambil menabung”.

Tidak ada komentar: