Lilis, Si Sulung yang Membatu Ekonomi Keluarga
Dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1980 di rumahnya kampung Pulo. Lisaodah (27) hidup bersama ibu dan empat adiknya, tepatnya di RT 1, RW 5 No 32, Bojonggede Bogor. Untuk mencukupi perkenomian keluarga ayahnya saat itu bekerja sebagai satpam kedutaan. Pada waktu itu kerja satpam terbagi menjadi dua shif. Pertama kali bekerja ayah Lilis (Lisaodah) bekerja pada shif pagi. Namun karena pekerjaan shif pagi terlalu berat baginya akhirnya ia pindah ke shif malam.
Namun sial baginya, saat ia pindah shif malam, ternyata shif malam tersebut malah ditiadakan oleh kantor kedutaan tersebut, sehingga mau tidak mau akhirnya ia pun dipecat dari pekerjaannya. Saimin (ayah lilis) sempat menganggur selama 2 tahun. Hingga datanglah tawaran untuk bekerja di salon istri mantan temannya saat ia masih menjadi satpam di kedutaan dulu. Ia pun akhirnya bekerja menjadi satpam di Salon istri temannya, tepatnya di Kemayoran.
Sebelum menikah dengan Saimin, Ibunya, Masurah (55) pernah menikah dengan orang lain dan dikaruniai dua anak lelaki yaitu Mansuri dan Sihodin. Namun karena merasa tidak cocok, mereka pun bercerai. Setelah menikah dengan Saimin ia membuka warung sayuran di rumahnya hingga sekarang. Lilis dilahirkan tanpa menggunakan bantuan dokter ataupun bidan. ”ya kan saya ini hidup nya di kampung, jadi jarang sekali ada orang yang mengerti tentang kedokteran, ada juga dukun beranak”, kata Lilis polos. Masurah juga mengaku selama melahirkan Lilis dan adik-adiknya ia tidak pernah memakai jasa seorang dokter melainkan melahirkan dengan dibantu oleh dukun beranak.
Karena tidak memiliki biaya untuk melanjutkan sekolah, setelah lulus dari Madrasah, ia mulai diajak oleh teman-teman di kampungnya untuk bekerja di Pekan Raya Jakarta (PRJ) untuk menjadi cleaning service, dengan gaji pada waktu itu adalah Rp10.000. Ia cukup bertahan bekerja disana, namun karena pekerjaan tersebut hanya sistem kerja kontrak, saat kontraknya habis, bosnya sempat memintanya untuk bekerja kembali, namun tempat bekerjanya yang baru terlalu jauh dari tempat tinggalnya, sehingga Lilispun berhenti dari pekerjaannya.
Setelah itu ia mulai mencoba beralih profesi menjadi PRT (Pembantu Rumah Tangga). Ia mulai mencoba di perumahan dekat dengan tempat tinggalnya yaitu perumahan Bambu Kuning, rumah yang pertama kali ia kunjungi adalah rumah Ibu Vina yang terletak di blok F.
Saat itu lah ia bertemu dengan Saharulah (32). Saharulah tinggal tidak jauh dari rumahnya, ia bertemu dengannya pertama kali saat ia sedang berkumpul dengan teman-temannya. Saat itu Saharulah bekerja sebagai pedagang kayu keliling. Sejak itu Saharulah mulai mendekati Lilis dan hubungan tersebutpun berkembang hingga pada akhirnya Saharulah pun melamar Lilis. Setelah menikah Lilis merasa agak kelelahan jika harus bekerja sekaligus mengurus rumah tangga, sehingga pada akhirnya ia pun meminta berhenti dari pekerjaannya tersebut.
Dari perkawinannya dengan Saharulah, mereka dikaruniai satu orang anak laki-laki yang diberi nama Febriyanto (Febri). Namun setelah mereka memiliki anak, sikap Saharulah terhadap Lilis mulai berubah. Setiap pulang kerja sudah jarang mengobrol dengannya apalagi bermain dengan anaknya. ia pun tidak jarang selalu pulang malam. Lilis sempat bingung bila anaknya yang saat masih kecil bertanya ”bu, bapak dimana?”. Ia hanya menjawab ”bapak sedang cari uang buat kita”. Namun semakin hari sikap Saharulah semakin menjadi-jadi, uang hasil pekerjaannya pun jarang diberikan kepada Lilis, kalau Lilis bertanya selalu saja ada alasanya.
Saat kedaan rumah tangga Lilis sedang kacau, suatu ketika ayahnya pulang dari tempat kerjanya dan langsung ke kamar mandi untuk mandi, pada saat itu ia sempat meminta sabun kepada Masurah, pada saat mengambil sabun itulah tiba-tiba saja Saimin terpeleset dan jatuh. Masurah yang mendengar teriakan suaminya langsung berlari ke kamar mandi dan mendapati Saimin tergeletak pingsan. Ia langsung berteriak memanggil bantuan hingga para tetanggapun akhirnya berdatangan.
Pada saat itu keluarga Lilis menyangka bahwa ayahnya telah kesurupan roh halus, sehingga salah satu tetangganya akhirnya memanggil seorang dukun untuk mengusir roh halus tersebut. Ketika sadar Saimin melihat sudah banyak oprang yang mengelilinginya, namun saat ia ingin menggerakkan tubuhnya tiba-tiba saja, tubuh bagian sebelah kiri tidak dapat digerakkan. Dukun lalu mencoba mengobatinya dengan memijit bagian tubuh yang tidak dapat digerakan tersebut namun penyakit ayahnya semakin parah. Dukun lalu meminta agar keluarganya lebih sering untuk memijit bagian tubuh Saimin yang kaku tersebut.
Keesokan harinya saat Masurah ingin membangunkan suaminya, Saimin sudah tidak bergerak sama sekali, ia pun memanggil keluarga dan tetangganya, namun malang pada saat itu Saimin akhirnya meninggal pada umur 55 tahun. Lilis pun sempat menyesalkan mengapa saat itu ia tidak memanggil dokter, padahal kalau sempat kemungkinan ayahnya dapat diselamatkan.
Selang dua tahun setelah ayahnya meninggal, sikap Saharulah yang tidak bertanggung jawab semakin menjadi-jadi, didukung oleh keluarganya akhirnya Lilispun meminta cerai dari Saharulah. Tidak disangka ternyata Saharulah langsung mengabulkan permintaan Lilis. Akhirnya merekapun bercerai, dan Febri akan dirawat oleh Lilis dan keluarganya.
Setelah bercerai pun ternyata sikap Saharulah tidak berubah, ia tidak pernah memberi Lilis nafkah kecuali Lilis memintanya dengan cara datang kerumahnya. Tidak lama setelah bercerai dengan Lilis pun Saharulah langsung menikah lagi dengan orang lain.
Setelah bercerai kehilangan ayahnya dan juga bercerai dari suaminya, Lilispun berniat untuk bekerja lagi. Ia pun mencoba untuk bekerja kembali menjadi PRJ ibu Siti di Blok F5. Namun di rumah ini, Lilis tidak bertahan lama, karena gaji yang diberikan oleh majikannya dirasa kurang cukup untuk membantu perekonomian keluarganya, sehingga ia pun berhenti.
Pekerjaan Lilis tidak berhenti hanya disana saja, iapun kemudian mulai melamar kembali ke Blok C, dan disana akhirnya ia diterima bekerja di rumah Bapak Agus sebagai PRT. Ia bekerja di sana dari tahun 2005 hingga saat ini. Menurutnya pekerjaannya di rumah ini cukup ringan jika dibandingkan dengan pekerjaannya di tempat lain.
Karena jarak rumahnya dengan rumah majikannya hanya 15 menit, sehabis bekerja ia selalu pulang ke rumahnya. Karena dirumah itu tidak hanya Lilis yang bekerja, sehingga pekerjaannya disanapun bisa dibilang cukup ringan untuknya. Dengan gaji Rp 250.000, 00, Lilis hanya membatu mengepel, menyapu, membersihkan perabot rumah, dan menyetrika. Jika sewaktu-waktu majikannya ada di rumah, ia pun tidak jarang diberikan ongkos untuk pulang sebesar Rp 3000,00.
Uang hasil pekerjaannya biasa ia berikan kepada ibunya untuk keperluan keluarga mereka sehari-hari. Untuk urusan kesehatan Lilis pun mengaku, keluarganya tidak pernah memiliki penyakit yang serius, dengan pengalaman ayahnya yang meninggal karena terlambat dibawa ke rumah sakit, Kini jika ada salah satu anggota keluarganya yang sakit ia akan segera membawanya ke puskesmas.
Namun tidak seperti adik-adiknya Lilis belum dapat membeli rumah sendiri, sehingga ia saat ini masih tinggal dengan ibunya, kondisi rumah ibunya saat ini memang tidak dapat dikatakan sebagai rumah yang bagus, namun menurut Lilis, rumah tersebut sudah cukup memadai untuk ditempati, dan juga di rumah itu pula terdapat banyak kenangan tentang ayahnya semasa hidup, dan juga pahit manis saat ia masih menjadi istri dari Saharulah.
Kini Lilis sudah dapat menyekolahkan anaknya yang masih berumur 5 tahun di Tk Nuzurul Islam dengan biaya Rp 22.000, 00 per bulan. Ia juga sudah jarang meminjam uang dari saudaranya apalagi dari mantan suaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar