Masih terdapat indikasi adanya kegiatan penambangan, yang melanggar Peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia (No: 02/M-DAG/PER/1/2007), tentang larangan Ekspor Pasir, Tanah, dan Top Soil (Termasuk Tanah Pucuk atau Humus). Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa tugboat yang menarik tongkang yang isinya telah kosong dijumpai di perairan Tanjung Pinang, diduga jalur yang dilalui dari Singapura, masih terlihat aktifitas truk-truk pengangkut di lokasi penambangan pasir, dan adanya tumpukan pasir di pulau kecil. (8-9/5)
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau target operasi pasir saat ini tidak ada, karena sejak diterbitkannya Peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia (No: 02/M-DAG/PER/1/2007, tentang larangan ekspor pasir, tanah dan top soil), seluruh kegiatan penambangan pasir darat maupun tanah dihentikan kegiatannya. Kuatnya penjagaan juga membuat orang tidak berani mengambil resiko untuk menyelundupkan pasir laut dan sumber daya non hayati lainnya yang dilarang untuk diekspor. Pengawasan dapat dilakukan pada lokasi-lokasi penambangan pasir yang sudah tidak operasional, namun dampak kerusakannya masih dapat dilihat sampai sekarang. Seperti: adanya bekas gigitan kegiatan penambangan yang menimbulkan lubang-lubang karena tidak dilakukan reklamasi, kerusakan hutan mangrove, terumbu karang, kerusakan pulau-pulau kecil, abrasi pantai dan menurunnya tangkapan hasil nelayan.
Lokasi-lokasi penambangan pasir darat yang tidak beroperasi berada di daerah Kawal, Kijang (Pulau Bintan), Nongsa (Pulau Batam), Pulau Singkep dan Pulau Lingga. Di lokasi penambangan terdapat kelong-kelong yang berubah menjadi danau-danau besar pasca penambangan pasir karena tidak dilakukan reklamasi, padahal pada awalnya lokasi tersebut adalah hutan rakyat yang kondisi lingkungannya masih baik. Adanya kerusakan ekosistem pulau-pulau kecil, seperti timbulnya lubang-lubang bekas penambangan yang tidak direklamasi serta perubahan topografi lahan di pulau-pulau kecil. Mereka juga mengatakan, untuk melakukan operasi pengawasan di perairan Kabupaten Lingga harus lebih waspada, karena kondisi cuaca saat ini sedang buruk karena angin selatan, sehingga ombaknya cukup besar.
Kabupaten Lingga
Didampingi oleh Gadime dan Bambang dari dinas Sumberdaya Alam Kabupaten Lingga, tim pelaksana operasi pengawasan akan melakukan operasi darat mulai dari Pelabuhan Jago, Pulau Singkep, termasuk didalamnya tim melakukan peninjauan lapangan ke lokasi bekas penambangan pasir darat milik PT. Singkep Mas Utama di Air Mas/Sei Buluh, dari pelabuhan Dabo, dengan menggunakan Kapal Pengawas Hiu 010, melakukan operasi pengawasan menuju Tanjung Buton, Pulau Lingga, tim juga melakukan kunjungan ke Dinas Sumberdaya Alam Kabupaten Lingga di Daik, Pulau Lingga.
Menurut Heru Satrio Wibowo, SH selaku Kasubdid Wasdal Jasa Kelautan dan Sumberdaya Non Hayati, jenis pasir darat yang ada di Air Mas/Sei Buluh termasuk yang memiliki kandungan kuarsa, sehinga harga jualnya tinggi, pasir darat yang berwarna kuning tidak disukai oleh pembeli. Saat ini kolong (kolam bekas penambangan pasir) di wilayah Air Mas digunakan untuk memelihara ikan jenis Nila. Menurut Manager Operasional PT. Singkep Timah Utama, penebaran bibit ikan tersebut dimaksudkan untuk memanfaatkan kolong bekas penambangan pasir, namun menurut pengamatan mereka pertumbuhan ikan sangat lambat dan tidak jarang banyak ikan yang mati, meskipun demikian PT STU belum pernah melakukan uji kualitas air untuk menentukan kelayakan budidaya.
Dari pengambilan sample air yang dilakukan oleh Tim dari DKP , di tiga bagian kolong, yaitu inlet (pemasukan air), bagian tengah kolong, dan outlet (pengeluaran air). Hasil laboratoriumnya adalah parameter NO3, No2, PO4, Hg, Pb, dan Cd masih berada di bawah mutu. Parameter berada tepat diatas baku mutu pada bagian inlet, bagian tengah dan outletnya berada dibawah baku mutu dengan kadar yang tipis. Parameter NH3 (Nitrit), pada bagian inlet dan outlet kadarnya tepat di baku mutu, sedangkan pada bagian tengah telah melampaui asam yang bersifat toksik (beracun) terhadap organisme perairan. Untuk menetralkannya dapat dilakukan pemberian kapur ke dalam perairan.
Dampak pentingnya lingkungan hidup dari kegiatan penambangan pasir (darat dan laut), meliputi komponen fisik, kimia, dan biologi; penduduk asli dan tenaga kerja; dan perekonomian masyarakat.
Peninjauan Lapangan di Batam (Nongsa Pantai, Batu Besar, dan Teluk Mata Ikan)
Menurut informasi yang diterima oleh tim DKP dari pekerja di lokasi, penambangan pasir darat hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal, bukan untuk kebutuhan ekspor karena kualitas pasir daratnya yang rendah. Dampak dari penambangan pasir menyebabkan perbukitan menjadi hilang dan mudah terjadi longsor, bahkan muncul danau-danau bekas lubang penambangan yang tidak direklamasi. Di daerah Batu Besar bekas penambangan yang membentuk kelong-kelong tersebut membentuk danau besar.
Penambangan pasir yang berlangsung lama menyebabkan kerusakan ekosistem hutan mangrove, karena aktifitas penambangan dilakukan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan. Umumnya penambangan pasir darat semata-mata hanya eksploitasi tanpa diikuti dengan upaya perbaikan lingkungan melalui reklamasi.
Upaya memperbaikinya
Operasi pengawasan dan pengendalian pasir laut dan ekspor pasir laut dan sumberdaya non hayati lainnya perlu dilakukan secara intensif dan terpadu dengan melibatkan instansi terkait naik di pusat maupun daerah. Pemerintah juga perlu memberikan saran-saran kepada Pemda untuk memanfaatkan lubang-lubang bekas penebangan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang lebih produktif. Perlu adanya perbaikan lingkungan bekas penambangan, seperti reklamasi dan penebaran bibit ikan pada lubang-lubang bekas penambangan. Perlu dilakukan kembali operasi pengawasan pasir laut dan sumberdaya nonhayati lainnya dengan Kapal Pengawas Hiu.