Jumat, 24 Oktober 2008

Janji Rio


Kwak, kwak. Suara burung camar yang terbang terus menerus mengusik ku. Aku tidak pernah tahu akan apa yang terjadi setelah aku datang ke pulau ini, apa aku akan bertemu dengannya? atau kah malah jangan-jangan dia sudah punya istri? Kepergianku sudah aku pikirkan secara matang, mungkin aneh menurut kalian tapi janjiku harus tetap ditepati dong. Benar kan?

Baik lah, rasanya cukup... kalau kalian hanya mendengar akhirnya saja kan tidak lucu, ya kan? Ok aku akan cerita. Begini ceritanya...

Pertama kali aku bertemu dengannya adalah ketika aku berumur 12 tahun. Masih kecil y? Benar, saat itupun aku berpikiran demikian, tapi... tetap saja perkenalan pertama kami tak akan pernah aku lupakan.

Saat itu adalah masanya liburan sekolah. Jujur ya sejak kecil aku sudah selalu saja bertanya-tanya apa sih cinta itu. Pertama kali bertemu dengannya pun aku masih tidak menganggapnya sebagai cinta, karena aku pikir dia tidak akan suka dengan gadis kecil seperti aku.

Sore itu adalah sore yang cerah, angin berhembus sepoi-sepoi. Aku menganggap bahwa liburan ku kali ini adalah liburanku yang paling membosankan karena biasanya kalau liburan aku selalu meninap di rumah kakek dan nenek, ya kalau tidak di Bandung ya di Bogor. Tetapi kali ini aku tidak kemana-mana, tidak tahu kenapa penguguman liburannya hanya sampai seminggu saja sedih sekali y, tapi apa boleh buat tetap saja harus dijalani ya kan?

Lalu ketika aku sedang duduk di teras rumah, tiba-tiba datang teman-teman di kompleksku yang mengajak ku bermain.

”Woy, bengong aja? Bukan cuma kamu lagi yang lagi sebel gara-gara liburannya cuma sebentar,” Rahma mengejutkanku. Tapi aku diam saja.

Sambil merangkulku tiba-tiba dia langsung berbisik ”ayo kita main di lapangan tenis, Mas Danang bawa teman baru loh, cakeeeeeeeeeeeeep deh”

”Apaan sih, kecil-kecil sudah bisa menilai cakep atau tidak?” kataku ketus.

”AAAAA, tapi dia itu benar-benar cakep, sungguh gak bohong deh!” kata Rahma sambil langsung saja menarik tanganku. ”ayolah kita main bulu tangkis saja, daripada diam saja di rumah kayak orang bego begini”

”Baik-baik, aku pergi, aku ambil raketnya dulu y” sahutku sambil berlari dan mengambil raket badminton. ”ayo”

Ternyata lapangan badminton memang sedang ramai-ramainya. Banyak sekali yang lagi bermain badminton. Dan pada saat itulah aku melihatnya. Ia sedang tertawa-tawa dengan Mas Danang, dia... memang tampan hehehe... Saat sedang asyik memperhatikannya tiba-tiba saja ia menengok ke arahku lantas tersenyum.

Kontan saja aku kaget sekali. Mas Danang pun menengok dan langsung memanggilku. ”Melon sini..”

”Eh, namaku Melani, buka Melon tahu, emang nya aku ini buah apa? DASAR!!!” Sungutku sambil berjalan ke arahnya.

”Ya ampun Melon, susah tahu manggil namamu yang bener mendingan manggil Melon itu lebih enak” kata Mas Danang sambil ketawa cekikikan.

Aku hanya diam saja sambil menghampiri mereka.

”halo namaku Rio, salam kenal ya?” katanya ramah, wajahnya terlihat cerah sekali, biarpun berkeringat, tapi keringatnya itu malah membuat ia semakin cakep aja. Aku hanya mengannguk.

”Eh Melon, mau tanding lawan saudaraku enggak, Rio ini jago loh main badminton” kata mas Danang.

”Ah enggak juga kok, biasa aja,cuma aku memang suka main badminto” katanya sambil tersenyum.

”hmm... boleh saja, aku juga gak ada kerjaan kok” kataku

Ya dan akhirnya kami main bandminton . yang membuatku kesal adalah dia selalu mengoper ke atas. Ya, karena badanku tidak tinggi seperti dia otomatis aku susah banget menjangkau koknya. Sampai akhirnya…

”Sudah ah aku gak mau main lagi, ya aku mengakui kalau Rio itu memang anak yang jago kok. Aku udahan, susah sih” kataku sambil pergi ke pinggir.

”Woy, marah ya, ya sudahlah aku juga udahan aja, nih siapa yang mau gantian” kata Rio

”Aku, aku, aku” kata teman-teman lain sambil langsung berebut raket. Lalu tiba-tiba saja ia langsung menghampiriku.

”Maaf ya, permainanku lagi buruk banget ya? Sampai gak bisa nangkepnya?” tanya Rio padaku sambil duduk di sebelahku yang kebetulan lagi kosong.

”Kamu itu nyindir atau apa?” kataku galak, tapi Rio malah tertawa senang.

”Aku bercanda, melani, kamu itu cwek yang galak banget ya?” katanya sambil tersenyum ke arahku.

”Tidak juga, tergantung siapa orangnya dulu dong, hihihih... lagian yang namanya main badminton servenya jangan tinggi-tinggi dong” kataku

”Makanya banyak-banyak minum susu dong, mumpung masih kecil dan masih bisa diperbaiki gitu.”

”Sialan, kamu sama mas Danang mang ga ada bedanya y jahil banget tahu, padahal kita kan baru kenal”

”Emangnya kenapa kalau baru kenal mang gak boleh bercanda? Aku kan anak nya supel gitu loh” kata nya lagi. Uuuuu dia itu sok banget sih and sok kegantengan, walaupun mang ya ganteng juga sih.

”Woy kalian berdua lagi pada omongin apa sih? Kok gua gak di ajak-ajak?” tanya mas Danang sambil berlari-lari ke arah kami.

”Emmm.... gak ada yang penting kok ”sahutnya.

”Kok nada suaranya jadi mulai berubah ya? Tadi jahil tapi setelah datang mas Danang kenapa dia jadi aneh gitu” tanyaku dalam hati.

”Mel!!! Pulang yuk dah sore nih bentar lagi kan magrib gak baik anak cewek pulang malam-malam!!” teriak Rahma dari seberang lapangan.

Aku langsung melihat ke arah jam tanganku, hei ternyata mang udah mau magrib lagi ya, hmm.. gak terasa juga ya. ”sudah dulu ya, aku pulang duluan see u” kataku sambil berlari ke arah Rahma dan kawan-kawan meninggalkan Mas Danang dan Rio.

”Ri, ingat ya sama janjimu, kamu bilang mau bantuin aku kan? Jangan malah jadi pagar makan tanaman loh” kata mas Danang kepada Rio

”Ya aku tau tenang saja, aku kan gak mungkin bisa bantu kamu kalau aku gak deket dengannya, jangan cemburu dulu dong, makanya jadi orang jangan terlalu jahil aku kan jadi kena getahnya juga” sahut Rio sambil mulai beranjak pulang.

”Heh, maksudmu apa?” kata mas Danang sambil mulai mengejarnya

”Ada deh” kata Rio sambil tertawa-tawa.

Beberapa hari kemudian

”Mel, Mel!! Mau main sepeda gak?” sayup-sayup aku mendengar suara orang memanggilku dari luar, siapa sih yang pagi-pagi gini udah bangunin aku, ini kan liburan biasanya juga aku bangunnya siang payah banget sih? Lalu dengan malas akhirnya aku beranjak juga dari kasurku yang empuk dan mulai melongokan kepala ke jendela.

”Halo” heh ternyata malah Rio, ngapain ya pagi-pagi begini dah bangunin orang. ”hei nona olah raga pagi yuk sehat loh!” teriaknya

”Sama siapa?” tanyaku

”Kita aja?”

”Maksudnya kita itu sama siapa?”

”Ya, banyakan lah sama Rahma, Mas Danang dan sebagainya”

Begitulah liburan yang tadinya aku kita akan sangat membosankan ternyata tidak juga karena ada Rio di sampingku. Sampai saat liburan sudah mau selesai. Aku dan dia duduk-duduk di teras rumahku.

”Menyenangkan sekali ya berada di sini, nyaman rasanya” kata Rio tiba-tiba.

”hmm... ya memang teman-teman dan tetangga disini memang sudah sangat akrab jadi suasananya pasti memang sangat menyenangkan dong” kataku

”Ya benar” nada suaranya tiba-tiba mulai berubah sedih.

”Kenapa? Kok kayaknya kamu sedih begitu sih?”

”Ha? Tidak ada” katanya, lalu melanjutkan ”kamu sudah berapa lama kenal sama Mas Danang?”

”Hmm.. sejak kapan y? Kayaknya sih sejak aku umur dua tahun kenapa memangnya?”

”Tidak ada apa-apa, cuma tanya” diam sebentar, lalu melanjutkan ”kalau dia bilang dia suka sama kamu bagaimana?”

”Apa? Hahahaha... gak mungkin lah dia kan kakaku enggak mungkin lah dia suka sama aku aku dan dia itu gak pernah ada apa-apa kok, lagipula ia kan suka ngatain aku Melon, masa yang seperti itu dibilang suka” kataku

”kamu itu... ” diam sebentar ”kamu mau masuk SLTP kan tahun ini?”

”yups tul, senang juga ya, jadi aku cepat dewasa, Rio naik kelas 2 SLTP ya?”

Ia mengangguk. ”Mel.. aku akan pulang besok pagi, aku karena ada beberapa urusan dari mama, jadi aku harus pulang lebih awal, gak papa kan?”

Setelah mendengar bahwa ia akan pulang, tiba-tiba saja dadaku terasa sakit, ada apa y ”Pulang? Oh iyaya sebentar lagi kamu sekolah gak kerasa ya? Kamu pulang kemana memangnya, selama ini kamu kan gak pernah cerita?” tanyaku

”oh iyaya.. ke Pulau Pramuka”

”jauh kah” tanyaku

”hmm.. lumayan lah kalau dari Bogor sih,harus naik kapal”

”baiklah nanti kalau aku sudah sekolah yang tinggi aku pasti akan kesana tunggu y” kataku ”dimana aku harus menunggumu nanti”

”Hmm.. kalau kamu sudah sampai disana tunggulah aku di dermaga tempat dimana banyak sekali anak-anak nelayan yang berkumpul, kamu mau?”

”Baik, tapi setelah aku berhasil ya? Kamu juga jangan lupa janji kita y”

”ini” tiba-tiba saja Rio memberikan aku kotak perhiasan yang bisa berbunyi ”tanda kalau aku pasti tunggu kamu berhasil”

”terima kasih” kataku

Rio hanya mengangguk setuju.

Beberapa bulan setelah kepergian Rio

”mel...buruan entar telat lagi” teriak Rahma dari bawah tangga rumah ku

”sebentar lagi nih mau selesai dandannya” aku balas berteriak.

Hari ini adalah malam prom night ku besok aku akan memasuki bangku kuliah, sayang Rio sama sekali ga bisa datang menemaniku, untungnya aku masih punya banyak teman yang baik padaku hehe…. Ketika sedang asyik mencoba make up baru pemberian ibuku ketika aku berulang tahun ke 17, terdengar lagi teriakan Rahma.

“Mel… mas Danang dah datang nih, dia cakep banget loh” teriak Rahma.

Loh memangnya siapa yang mengundang Mas Danang? Tanyaku dalam hati. Setelah selesai berdandan dan menggunakan gaun prom night ku. Aku pun berlari turun. Teryata Mas Danang sudah melihat ku terlebih dahulu dari bawah tangga. Ketika aku turun ia hanya memperhatikanku dari atas hingga bawah, sampai aku merasa tidak nyaman. ”kenapa? Ga pantas ya?” tanyaku

”ga... pantes banget kok, kamu terlihat cakep deh” puji mas Danang.

“Wah tumben dia muji aku” pikirku dalam hati.

”dah siap nih ya? Ayo.. kita berangkat” kata mas Danang sambil menjulurkan lengannya padaku.

”Rahma mana?” kataku sambil turun ke bawah.

”dia dah berangkat sama cwokna tadi” kata mas Danang lagi.

”ok... ma... pa...Melani pergi dulu ya ...” teriakku pada orang tuaku.

Mama dan papa langsung keluar dari ruang tv dan memelukku. ”kamu cantik banget sayang” kata mama.

” Danang, pulangnya jangan malam-malam ya... and titip Melani ya... pulang harus utuh loh” kata papa genit. Aku langsung mencubitnya.

”tenang aja om, pasti Danang bawa pulang dengan utuh... om percaya aja sama Danang” kata mas Danang. Aku hanya meliriknya heran.

Di pesta

”ayo tuan putri, sudah sampai silahkan keluar dari mobil” kata mas Danang padaku.

”wah ada apa ya kenapa dia berubah 120 derajat kayak begini?” tanyaku dalam hati tapi akhirnya aku malah memutuskan untuk diam saja.

Malam ini Mas Danang benar-benar seperti pengawalku, dia sangat setia menemaniku kemana saja, apa karena ini mungkin adalah malam terakhir aku berada di rumah ya? Tapi lama kelamaan ga betah juga melihat dia bertingkah kyak pengawal begini. Tidak tahan, akhirnya aku memutuskan untuk bicara empat mata dengan mas Danang sendiri.

”Mas, aku mau ngomong Cuma berdua boleh ga?” bisikku pelan.

”he? Tanya apa? Kenapa ga ngobrol langsung aja disini?” tanyanya, ”tapi aku juga mau bilang sesuatu sama kamu Mel” katanya lagi.

”apa?....eh tumben akhrnya mas Danang manggil aku Mel, bukan Melon, hehehehe....”

Ia hanya tersenyum. ”ayo kita cari tempat yang agak privat, tapi sebelum itu kita dansa dulu yok!.”

Tiba-tiba saja tangannya sudah di pinggangku dan ia langsung mengajakku memutari tempat dansa. Selesai berdansa ia langsung menarikku menuju balkon. Dibawah terang bulan, aku hanya bisa melihatnya samar-samar, tapi malah jadi kelihatan tampan. Aku baru menyadarinya ternyata dia mirip sekali dengan Rio...

”Mel...duluan deh yang mau tanya apa tadi?” tanyanya

”eh...itu...ko sikap mas Danang malam ini beda banget sih sama biasanya? Kenapa? Sejak aku didandanin terus sikap Rahma yang kyaknya maksa banget supaya kamu jadi pasangan aku di pesta dansa ini, kenapa sih?” tanyaku.

”loh...emang salah ya kalau aku mau mengajak seorang gadis cantik datang ke pesta dansa di mantan sekolahnya? Lagi pula malam ini kamu emang ga ada janji sama siapapun kan?”

”ya...ga ada sih emang Cuma agak aneh aja, mas Danang bisa berubaha sederastis ini, padahal biasanya kan.....”

Tiba-tiba dia langsung berdiri dengan tegak dan menggenggam kedua tanganku ke dadanya. “aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya, tapi sejak kehadiran sepupuku yang sepertinya suka padamu, aku jadi merasa ketakutan, aku takut kalau dia….suatu saat nanti akan mengambil mu…”

Aku langsung menarik tanganku. ”maaf mas, maksudnya apa ya? Ko Mel rasanya jadi agak bego deh...malam ini...rasanya malam ini begitu aneh...kelakuan mas Danang...dandananku yang kelihatan menor gini lagi...kenapa sih?”

”Mel...denger dulu...aku ketakutan selama ini sejak kehadiran Rio....dan semua perubahan yang aku lakukan, juga tindakan Rahma yang menurutmu aneh adalah...aku jatuh cinta sama kamu Mel....aku juga ga tau sejak kapan aku mulai suka sama kamu...” kata Mas Danang sambil menatapku dengan dalam.

”aku....aku....tidak tau harus jawab apa?” kataku bingung.

Lantas ia tersenyum...”apa kamu suka sama Rio?” tanya Mas Danang. Lalu ia melanjutkan. ”kamu harus tau Mel...pertama kali ia mendekati kamu, sebenarnya adalah ia ingin menjodohkan aku sama kamu....aku termasuk tipe cowok yang sulit sekali mendapatkan cewek yang benar-benar aku suka...sebenarnya mengakui kalau aku suka sama kamu juga sangat sulit loh...tapi aku gak tahan lagi...setiap kali aku suka sama seorang cewek, cewek itu pasti suka sama Rio, hingga akhirnya kami seperti bersaing, tapi selalu dia yang mendapatkannya. Tapi untuk kamu, aku ga mau bersaing, aku mau dia membantuku mendapatkanmu tapi kayaknya tetap dia yang dapat ya?” katanya muram.

”kenapa mas Danang bilang kayak gitu?”

”emang kamu ga suka sama dia?”

”ya....aku juga belum tahu soalnya Rio kan pergi ninggalin Mel...kadang masih suka ingat sih...hehe....”

”kamu ini polos banget ya? Tapi kalau memang Rio berhasil mendapatkan kamu....kalau dia sampai berani macam-macam terhadapmu...(sambil mengacungkan tinjunya)..kuhajar dia...” katanya sambil tersenyum.

”hm...mas? apa aku harus jawab sekarang atau nanti aja?” tanyaku.

”ah ga perlu di jawab...aku Cuma mau mengutarakan isi hatiku saja...toh sebenarnya aku sudah tau kamu suka sama siapa...malah aku udah tau kalau sebenarnya Rio dah ngelamar kamu, ya kan?”

Aku tersenyum....lalu langsung memeluknya...”makasih ya mas…”bisikku pelan

Beberapa tahun kemudian

Sejak malam itu, sikap mas Danang sama aku mulai berubah, aku juga tidak tau kenapa. Beberapa hari ini aku malah ga pernah bertegur sapa lagi sama dia. Sewaktu ibuku sedang mengantarkan oleh-oleh dari suatu tempat, dimana ya aku lupa. Ibunya Mas Danang tiba-tiba saja berkata kepada ibuku kalau dulu Mas Danang pernah suka padaku. Setelah pulang ibuku langsung bercerita padaku dengan santainya. Kalau diingat rasanya jadi ingin tersenyum.

Sedangkan Rio tanpa sadar sampai sekarang pun masih terasa suaranya, tawanya yang selalu membuat ku bahagia, senang sekali rasanya kalau diingat ternyata sekarang aku sudah ada di pulau ini. Walaupun sebenarnya aku tahu untuk bertemu dengannya kemungkinannya adalah satu berbanding sepuluh.

Kenapa? Karena setelah kami berpisah beberapa tahun lalu ia tidak pernah memberikan aku nomor telpnya ataupun alamat rumahnya. Pernah sih meneleponku sekali tetapi itupun hanya sebentar dan waktu itu ada penganggu sehingga seperti ia tidak mau meneleponku lagi. Aku juga sekaligus berrtanya-tanya apakah kira-kira ia masih ingat dengan janjiku? Seperti apa ya rupanya sekarang?

”Woy jangan hanya melamun, ayo bantu aku mengangkat peralatan selam ini berat tahu?” teriak Maya. Oh ya sekarang aku sudah bekerja di kantor dinas perikanan bagian pengawasan, makanya tidak aneh kalau sekarang aku sering sekali pergi menjelajahi laut bersama teman-temanku

”Hei memangnya kamu yakin apa akan bertemu dengan pacar pertamamu itu?” tanya Maya setelah kami selesai beres-beres. ”Aku heran sama kamu, pacar lama aja sampai segitu diingatnya, kan belum tentu dia ingat akan janji kalian, itu kan sudah lama berlalu tau”

”ya mana ku tahu, setidaknya aku sudah menepati janji kalau aku sudah sampai disini sekarang” kataku sambil tersenyum sendiri. Setelah malam tiba. Aku pun keluar mencari makan. Sambil mulai mencari tahu dimana kah letak dermaga yang banyak sekali anak nelayannya.

Sambil membawa kotak perhiasan pemberiannya aku mulai menyusuri pantai. Setelah jalan beberapa lama, sayup-sayup ku dengar suara anak-anak nelayan yang tertawa-tawa. Dari kejauhan akhirnya aku dapat melihat sosoknya yang tertimpa cahaya matahari sambil tersenyum ke arahku. Tiba-tiba saja ia berteriak

”Melani, aku sudah menunggumu lama sekali...” lalu ia pun langsung berlari ke arahku.

Tidak ada komentar: