Minggu, 25 November 2007

“Indonesia Layaknya Pendulum Yang Sedang Bergoyang”

Kesakitan tidak nampak diwajah Wahyu, warga Hegarmanah ini, mengaku terpaksa bekerja sebagai tukang ojek dan kurir Tiki di Jatinangor, untuk menafkahi keluarganya dan mengumpulkan uang untuk mengobati penyakitnya. Dengan wajah tenang dia menceritakan bahwa ia pernah kurang mendapatkan pelayanan yang benar selama berada di salah satu rumah sakit yang ada di Sumedang. Penyakit tersebut sudah ia derita selama 1,5 tahun. Waktu itu ia mengaku menggunakan SKTM (Surat Kartu Tanda Miskin), pertama kali, ia mencoba untuk datang ke puskesmas yang ada di daerah Jatinangor, lalu menurut pihak puskesmas, ia terkena penyakit Fictula Anni (benjolan yang ada di daerah dubur). Lalu dari puskesmas ia diberikan surat rujukan ke rumah sakit yang ada di daerah Sumedang. Selama empat hari berturut-turut ia selalu diberikan obat, hingga hari keempat menurut salah satu dokter yang ada di rumah sakit itu, ia sebaiknya menjalani operasi. Dan ketika ia ingin menggunakan SKTM, ternyata SKTM tersebut tidak dapat digunakan dengan alasan kartu tersebut sudah habis jangka waktunya. Saat ditanya apakah ia tidak diminta untuk membuat Askeskin, ia menjawab “gak kok, petugas rumah sakitnya cuma bilang kartu itu sudah tidak bisa dipakai lagi karena jangka waktunya sudah habis” ujar Pak Wahyu. Parman, sebagai Rt di RT 1 RW 3 Desa Hegarmanah, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, mengaku, warga Hegarmanah seharusnya sudah mendapatkan kartu Askeskin (Asuransi Kesehatan Miskin) namun pada kenyataannya ada juga beberapa warga yang tidak mendapatkan kartu tersebut, seperti halnya Wahyu. (kamis, 15/11/07) Ayi yang tinggal tidak jauh dari rumah Parman juga mengaku mendapatkan kartu tersebut dari orang kecamatan yang mengantarkannya dari rumah-ke rumah. “ya saya memang menerima kartu tersebut, tapi belum pernah saya pakai, karena saya masih warga baru disini jadi belum punya KTP, sehingga kartu tersebut belum bisa digunakan” ujarnya. Lain Wahyu lain pula keadaan yang menimpa Ma Acih warga Kampung Ciawi yang letaknya di belakang Jatinangor Town Square. Ia mengaku pernah didatangi petugas yang memberikan Askeskin kepadanya. “ya, waktu itu pernah ada yang datang kesini, dan memberikan Askeskin itu, kebetulan waktu itu rematik saya sedang kumat, sehingga saya disuruh untuk pergi ke rumah salah satu dokter yang ada di daerah itu untuk mendapatkan pemeriksaan gratis” kata Ma Acih polos. Hal yang sama juga dialami oleh Lilis Rosati, warga Kampung Ciawi, ibu tiga orang anak ini juga mengakui mempunyai kartu yang sama yang dimiliki oleh Ma Acih, namun karena selama ini belum pernah mengalami penyakit yang serius ia belum pernah memakai kartu tersebut. “saya belum sempat pakai soalnya selama ini penyakit yang paling parah yang saya alami hanya ambeyen saja” katanya. Menurut Nani satu petugas di Puskesmas Jatinangor, “Puskesmas disini memang melayani masyarakat yang menggunakan Askeskin tersebut. Rata-rata masyarakat disini sudah menerima Askeskin dan sudah bisa digunakan sejak pemerintahan SBY.” Menurut Pikiran Rakyat Online, Askeskin sebenarnya sudah ada sejak tahun 2005, namun sampai sekarang pemberian Askeskin tersebut masih belum merata sebagaimana mestinya. Wahyu adalah salah satu warga yang belum mendapatkan kartu itu walaupun menurut Parman seharusnya warga dia sudah mendapatkan kartu tersebut. Wahyu pun sempat menanyakan mengapa ia belum mendapatkan kartu tersebut sementara yang lain sudah dapat? Hal ini menurut dr Andi Naisyah Tun Nurainah Azikin, Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, bahwa seharusnya bukan masyarakat yang bertanya bagaimana mendapatkannya, tapi kelurahanlah yang mendata seberapa banyak warga miskin di wilayahnya yang terdata sebagai penduduk miskin. Bila warga tersebut masuk kategori miskin maka mereka secara otomatis berhak memperoleh SKTM yang dikeluarkan kelurahan. Bagi penduduk miskin yang ingin mendapatkan Askeskin atau SKTM namun belum terdaftar, silakan ia berkoordinasi dan melapor langsung dengan pihak kelurahan tempatnya berdomisili. Indonesia memang sudah sangat jauh tertinggal dari negara yang lain. Contohnya saja warga Eropa yang mayoritas menggunakan sistem kapitalis, semua rakyat memiliki hak yang sama dalam bidang kesehatan. Seperti yang diungkapkan H, Deni Kurniadi Sunjaya. Dr. DESS “Eropa memiliki sistem kapitalis, tetapi hati mereka sosialis, sehingga rakyat yang tidak mampu dirawat oleh orang yang mampu”. Bila dilihat dari banyaknya bantuan yang ada di TV seperti RCTI Peduli dan masih banyak lagi, seandainya pemerintah mau bekerja sama dengan mereka pastinya pemerintah tidak akan mendapatkan kesulitab seperti ini. Askeskin yang memang diharapkan oleh rakyat miskin dan seharusnya membantu mereka jangan malah menambah hutang negara. Sebelum adanya Askeskin sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkan kartu-kartu lain untuk berobat, seperti JPS, STKM, dan terakhir adalah Askeskin, namun sayangnya sampai sekarang program tersebut belum berlangsung dengan baik. Dr Deni juga menambahkan bahwa seharusnya diperbaiki adalah manajemen kesehatannya sendiri karena, apabila negara hanya mau membantu namun tidak ada uangnya maka lama-kelamaan negara bisa bangkrut, dan untuk menutupi keadaan itu negara malah jadi meminjam uang dari negara lain. Hal ini seharusnya tidak lepas juga dari kesadaran masyarakat Indonesia sendiri, sebelum meminta hak seharusnya kita menjalankan tanggung jawab terlebih dahulu, yang sayangnya sekarang ini masyarakat kita sepertinya malah lebih sering menuntut hak dibandingkan kewajibannya, dalam hal ini tanggung jawab rakyat miskin dalam bidang kesehatan adalah menjaga dirinya agar tetap sehat. Pelayanan kesehatan antara yang memakai Askeskin dan yang memakai cara biasa, tidak dibeda-bedakan karena rumah sakit memang seharusnya melayani orang dan sifatnya adalah sosial, namun tetap saja ada beberapa rumah sakit yang tidak menerima Askeskin ini seperti halnya kebanyakan rumah sakit swasta. “Sebenarnya mungkin bukan tidak mau menerima, namun rumah sakit tersebut biasanya sudah memiliki manajemennya sendiri, dan dalam hal ini mungkin memang tidak disediakan ruangan untuk kelas 3, sehingga mereka tidak mau menerima Askeskin tersebut” kata Deni. Di Jakarta khusunya banyak sekali orang miskin yang tidak memiliki rumah atau seringkali kita mengenalnya dengan nama gelandangan. “orang gelandangan memang seharusnya diberikan Askeskin tersebut, namun masalahnya sekarang adalah kita tidak bisa memperhitungkan berapa banyak rakyat miskin di negara kita sedangkan KTP saja mereka tidak punya?” kata Deni lagi. Askeskin sendiri saat ini lebih banyak di gunakan di rumah sakit negeri, dan puskesmas. Falsafah yang kita tahu saat ini sayangnya memang kurang banyak di pegang oleh masyarakat kita saat ini. Mereka hanya tahu namun tidak tahu bagaimana menjalankannya. Padahal sekarang ini sudah banyak sekali UU mengenai kesehetan namun apakah semua orang mengerti UU tersebut? Rumah sakit seharunya melayani segala macam lapisan masyarakat tanpa harus memandang keuntungan yang akan didapatkan, karena bagaimanapun juga nyawa manusia lebih berharga dibandingkan harta. Namun hal ini juga tetap harus berjalan dengan tanggung jawab dan kesadaran masyarakat sendiri tentang bagaimana menjaga kesehatan. Tanpa itu semua negate kita akan sulit untuk maju. Jangan hanya tahu mengenai falsafah pancasila, namun falsafah tersebut harus kita mengerti dan jalankan dengan benar, karena sebenarnya falsafah tersebut merupakan dasar dari negara kita. Indonesia saat ini seperti bola pendulum yang sedang bergoyang. Antara Komunisme ataukah Liberalisme yang akan negara kita pilih?

Tidak ada komentar: